Peribahasa

Berapa berat mata memandang, berat juga bahu memikul
Betapapun menderita orang melihat, lebih menderita orang yang mengalami (kesusahan dsb)

Anonim

Berapa banyak jiwa-jiwa yang diam saat dicaci, dimaki, dihina
Tidak mengapa bagi mereka, asal esok ada makanan untuk keluarga di rumah.

Tidak karena kesabaran yang menggunung,
Tapi lebih karena ada hal-hal lain yang lebih patut untuk dipertahankan.

Tere Liye

Enam puluh tahun kami menikah. Dua belas anak. Tentu saja ada banyak pertengkaran. Kadang merajuk diam-diaman satu sama lain. Cemburu. Salah-paham. Tapi kami berhasil melaluinya. Dan inilah puncak perjalanan cinta kami. Aku berjanji padanya saat menikah, besok lusa, kami akan naik haji. Kami memang bukan keluarga kaya dan terpandang. Maka itu, akan kukumpulkan uang, sen demi sen. Tidak peduli berapa puluh tahun, pasti cukup…Pagi ini, kami sudah berada di atas kapal haji. Pendengaranku memang sudah berkurang. Mataku sudah tidak awas lagi. Tapi kami akan naik haji bersama. Menatap Ka’bah bersama. Itu akan kami lakukan sebelum maut menjemput. Bukti cinta kami yang besar.

Peribahasa

Mata memandang apa hendak sakit, bahu memikul timpa pera-saan (seberapa berat mata menentang, berat jua bahu memikul)
Berapa jua susah orang melihat suatu penderitaan yang ditanggung oleh orang lain, terlebih susah jua orang yang menanggungnya

Tere Liye

Begitulah rumus kehidupan. Dalam perkara shalat ini, terlepas dari apakah seseorang itu pendusta, pembunuh, penjahat, dia tetap harus shalat, kewajiban itu tidak luntur. Maka semoga entah di shalat yang ke-berapa, dia akhirnya benar-benar berubah. Shalat itu berhasil mengubahnya. Mamakmu pasti pernah bilang itu kepadamu.

Tere Liye

Aku tahu kehidupan Bapak rumit. Ambisinya. Kisah cintanya. Dia bukan orang yang sempurna, hidupnya dipenuhi kekecewaan. Aku tahu, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga Mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamakku dibanding di matanya. Tapi sekarang, aku tidak tahu lagi, berapa banyak air mata yang pernah disebabkan oleh Bapak dalam kehidupannya.

Tere Liye

Aku hanya berani bermimpi, sungguh tidak terhitung berapa kali aku bermimpi tentang kau.